Istana Maimun
Istana
Maimun telah dinobatkan sebagai bangunan terindah di Kota Medan,
Sumatera Utara. Terletak di kawasan Jl. Brigjen Katamso, istana megah
ini selesai dibangun sekitar tahun 1888 dan merupakan warisan dari
Sultan Deli Makmun Al Rasyid Perkasa Alamsyah. Sapuan warna kuning pada
gedung ini merupakan warna khas Melayu.
Arsitekturnya yang unik
adalah daya tarik utama dari Istana Maimun. Pengaruh Eropa terlihat
jelas pada balairung atau ruang tamu, jendela, pintu dan sebuah
prasasti di depan tangga yang bertuliskan huruf Latin, berbahasa
Belanda. Sedangkan, ciri Islam muncul pada atapnya yang bergaya Persia
yang melengkung, style yang banyak dijumpai pada bangunan-bangunan di
kawasan Timur Tengah.
Bagian
dalam Istana Maimun juga menarik untuk disusuri. Di balik
dinding-dindingnya yang kokoh, terdapat puluhan kamar yang tersebar di
dua lantai. Kemegahan pun terlihat pada singgasana, lampu kristal Eropa,
kursi, meja maupun lemari. Foto-foto keluarga, senjata-senjata kuno,
termasuk ruang penjara, juga ada di istana ini. Walaupun masih menyimpan
benda-benda bernilai sejarah, Istana Maimun masih membolehkan
wisatawan untuk berkunjung dan menikmati kemegahan sekaligus menyelami
kejayaan Kesultanan Deli masa lalu.
Mesjid Raya Medan
Mesjid
Raya Medan yang berdiri angkuh tak jauh dari Istana Maimun adalah
bangunan yang juga menjadi jejak kejayaan Deli. Dibangun pada tahun
1906, semasa pemerintahan Sultan Makmun Al Rasyid, mesjid ini masih
berfungsi seperti semula, yaitu melayani umat muslim di Medan yang ingin
beribadah.Kubahnya yang pipih dan berhiaskan bulan sabit di
bagian puncak, menandakan gaya Moor yang dianutnya. Seperti mesjid
lainnya, sebuah menara yang menjulang tinggi terlihat menambah
kemegahan dan religiusnya mesjid ini. Aplikasi lukisan cat minyak
berupa bunga-bunga dan tumbuhan yang berkelok-kelok di dinding, plafon
dan tiang-tiang kokoh di bagian dalam mesjid ini, semakin menunjukkan
tingginya nilai seni mesjid ini. Mesjid Istiqlal

Jakarta
yang serba modern dan dipenuhi gedung kaca, ternyata masih memiliki
bangunan bersejarah dengan desain yang indah, yaitu Mesjid Istiqlal.
Rumah ibadah umat muslim yang megah ini telah lama menjadi salah satu
landmark Jakarta. Kokoh berdiri di atas areal seluas 9,5 hektar dan
berkapasitas hingga 8.000 orang, mesjid hasil karya arsitek Indonesia, F
Silaban ini, pernah menjadi yang terbesar di Asia Tenggara, sekaligus
menjadi kebanggaan umat muslim Ibukota dan Indonesia. Dibangun pada
masa-masa awal kemerdekaan, mesjid ini memang melambangkan kemerdekaan,
sesuai dengan arti dari nama yang disandangnya.
Mesjid Istiqlal
mempunyai sebuah kubah raksasa berwarna putih yang bentuknya seperti
bola dibelah dua. Layaknya mesjid lain di dunia, Mesjid Istiqlal ini
juga dilengkapi sebuah menara yang tingginya menggambarkan jumlah ayat
yang ada pada kitab suci Al Qur'an. Sebuah bedug raksasa ikut menambah
keunikan mesjid ini. Ukurannya yang amat besar, menobatkan bedug ini
sebagai bedug terbesar di Indonesia!
Gereja Katedral

Gereja
Katedral yang berada tak jauh dari Mesjid Istiqlal adalah bangunan
berdesain unik yang selalu menjadi perhatian wisatawan. Usia bangunan
bergaya neo gothic ini memang sudah lebih dari seabad. Tidak heran bila
bangunan ini ditetapkan sebagai salah satu bangunan cagar budaya yang
dilindungi kelestariannya.
Walaupun begitu, Gereja Katedral yang
resmi digunakan pada tahun 1901 ini, masih berdiri kokoh dan elegan di
tengah "berisiknya" Jakarta. Keunikan dari gereja hasil rancangan
seorang pastornya yang bernama, Antonius Dijkmans ini, terlihat pada
dua menara yang mengapit pintu masuk. Di atas menara tersebut ada dua
menara kecil lain yang tersusun dari rangkaian besi. Demikian juga
dengan menara ketiga. Pada puncak setiap menara terdapat lonceng kuno
yang dibuat sekitar tahun 1800 sampai awal 1900-an.
Gedung Sate

Di
Kota Bandung yang sejuk, Anda juga bisa menjumpai sebuah bangunan
dengan arsitektur yang lain dari yang lain. Dibangun pada era kolonial
Belanda, Gedung Sate, demikian gedung ini banyak disebut, merupakan
salah satu daya tarik yang ada di Kota Kembang. Nama Gedung Sate sendiri
muncul karena sebuah ornamen yang terlihat seperti tusuk sate di
puncak menara utamanya.
Gedung Sate hasil rancangan Ir.J.Gerber,
arsitek kenamaan lulusan Fakultas Teknik Delf Nederland dan timnya ini,
selesai dibangun pada tahun 1924.
Bangunan ini mengadopsi gaya
arsitektur era Renaissance Italia. Namun, pada bagian tengahnya
terdapat menara bertingkat yang mirip dengan atap meru atau pagoda.
Oleh sebab itulah, kalangan arsitek menilai bahwa Gedung Sate memiliki
rancangan yang "berani beda" dan tak populer di zamannya.
Kini,
di depan bangunan ini terdapat sebuah monumen untuk mengenang gugurnya
para pejuang Jawa Barat saat mempertahankan Gedung Sate dari serangan
pasukan Gurka. Setiap hari Minggu atau hari libur nasional, gedung ini
selalu dipenuhi wisatawan.
Usai
menikmati kemegahan gedung ini dari luar, Anda bisa menuju menaranya
untuk menyaksikan benda-benda bersejarah. Atau bisa juga sekadar
bersantai di kafe yang ada di gedung ini sambil menikmati suasana dan
udara Kota Bandung yang sejuk dan segar.
Lawang Sewu

Membahas
tentang arsitektur atau bangunan tua di Indonesia, tentu tak bisa
lepas dari sebuah bangunan legendaris yang berdiri kokoh di Kota
Semarang, tepatnya di kawasan Simpang Lima, yaitu Lawang Sewu. Bangunan
yang artinya adalah "seribu pintu" ini, sesungguhnya bukan nama
sebenarnya yang diberikan untuk bangunan ini.
Nama tersebut
menjadi legendaris karena banyaknya jumlah pintu yang terdapat pada
gedung keno ini. Dahulu, Lawang Sewu yang bergaya art deco adalah
kantor perusahaan kereta api Belanda, NV Nederlandsch Indische Spoorweg
Mastshappij (NIS) dan bangunan ini merupakan salah satu karya terbaik
arsitek Prof. Jacob K. Klinkhamer dan B.J. Oudang.
Pemerintah
Kota Semarang sendiri telah menetapkan Lawang Sewu sebagai salah satu
gedung yang dilindungi. Predikat ini layak disandang oleh Lawang sewu
karena gedung ini juga merupakan saksi sejarah Indonesia saat pecahnya
perang sengit selama 5 hari di Semarang, antara Angkatan Muda Kereta
Api melawan kompetai dan Kido Buati, Jepang.
Gereja Blendug

Sebagai bangsa yang paling lama "menduduki" negeri ini, Belanda juga
meninggalkan jejaknya di Kota Semarang. Coba saja lihat kawasan kota
lama yang ada di Ibukota Provinsi Jawa Tengah itu. Anda akan menjumpai
banyak bangunan tua yang bergaya masa kolonial. Dari sekian gedung yang
berjajar di tepi jalan, Gereja Blendug adalah salah satu bangunan tua
yang menarik.
Dibangun sekitar tahun 1753 oleh komunitas Belanda
yang dulu menghuni kawasan ini, Gereja Blendug merupakan gereja tertua
di Jawa Tengah yang masih terawat sampai sekarang. Blendug sendiri
berasal dari bahasa Jawa yang berarti kubah, mengacu pada atap yang ada
di gereja ini.
Bentuk
atapnya yang melengkung dan berwarna merah, terasa kontras dengan
dindingnya yang dicat warna putih. Empat pilar kokoh serta menara
kembarnya yang khas di bagian depan juga menjadi ciri khas gereja yang
kini bernama resmi GPIB Immanuel ini. Gereja Blendug telah menjadi ikon
Kota Semarang dan selalu menjadi lokasi persinggahan wisatawan sejarah
maupun para pecinta fotografi.
Mesjid Agung Palembang

Palembang
tak hanya terkenal dengan pempek atau kain songketnya. Kota di tepian
Sungai Musi ini juga dihiasi bangunan dengan arsitektur mengagumkan
seperti terlihat di Mesjid Agung Palembang.
Berlokasi tak jauh
dari Plaza Benteng Kuto Besak, di Kota Palembang, Sumatera Selatan,
Mesjid Agung Palembang mulai dibangun ketika Palembang dipimpin oleh
Sultan Mahmud Badaruddin I Jayo Wikramo, tepatnya tahun 1738. Pada
zamannya, mesjid ini dipercaya sebagai salah satu rumah ibadah terbesar
yang pernah ada.
Meski
digarap oleh seorang arsitek Eropa, pengaruh Cina ikut muncul pada
wajah mesjid ini. Hal itu ditandai oleh bentukan limas dan hiasan
ornamen khas Cina pada sejumlah atapnya. Paduan dua budaya ini menjadi
ciri khas Mesjid Agung Palembang dan membuat banyak pelancong
terkagum-kagum. Sebuah akulturasi budaya yang bisa tetap berdampingan
dan saling mengisi.
Taman Sari

Taman
bunga yang indah. Begitulah kira-kira arti dari nama Taman Sari. Areal
pemandian ini merupakan kompleks bangunan yang sangat indah dan
menjadi aset Keraton Yogyakarta. Dibangun setelah Perjanjian Giyanti
pada tahun 1755, tempat ini memang didesain sebagai tempat pengasingan
diri Sultan Yogyakarta dan keluarganya dari hiruk pikuk dunia. Meskipun
sempat luluh lantak terguncang gempa, saat ini Taman Sari sudah
kembali terlihat cantik.
Taman Sari memang dirancang sedemikian
rupa agar bisa menghadirkan ketenangan bagi siapapun yang berada di
dalamnya. Bangunan ini juga mencerminkan style yang multikultur
(Portugis, Belanda, Cina, Jawa, Hindu, Buddha, Nasrani, dan Islam).
Kolam mungil dengan air mancurnya yang jernih dan pohon-pohon berbunga,
menambah keasrian tempat ini. Sekaligus menjadikannya sebagai lokasi
peristirahatan yang sempurna.
Tongkonan

Selain
bangunan peninggalan kolonial, Indonesia juga memiliki sejumlah rumah
adat dengan bentuk atau desain yang unik. Bangunan ini memang bukan
karya seorang arsitek era modern yang menguasai segudang teori.
Melainkan kreasi sekelompok manusia yang masih mencintai serta
menjunjung tinggi adat istiadat yang diwariskan oleh leluhurnya. Dan
Tongkonan, rumah adat masyarakat Tana Torja di Sulawesi Selatan, adalah
salah satunya.
Tongkonan memang memiliki ciri khas tersendiri
dibanding rumah adat lainnya. Rumah ini berupa rumah panggung dari
kayu. Atapnya yang terbuat dari susunan bambu yang dilapisi ijuk hitam
serta bentuknya yang melengkung seperti perahu telungkup, membuat rumah
ini mirip dengan Rumah Gadang, rumah adat masyarakat Minang atau
Batak. Dinding rumah yang terbuat dari kayu, juga diukir dengan aneka
ukiran khas Toraja.
Ciri
lain yang paling menonjol pada Tongkonan adalah adalah kepala kerbau
beserta tanduknya yang meliuk indah yang disusun pada sebuah bang utama
di depan setiap rumah. Jumlah kepala kerbau yang ada di setiap rumah
bisa berbeda. Semakin banyak "hiasan" ini di sana, maka semakin tinggi
derajat keluarga yang tinggal di dalamnya. Karenanya. Tongkonan juga
menjadi salah satu daya tarik wisata Tator dan banyak diminati para
pecinta foto.
Jembatan Mahakam

Bicara soal arsitektur tak terbatas hanya pada bangunan, rumah atau
gedung. Nah, untuk kategori ini, Jembatan Mahakam 2 atau yang juga
dikenal dengan Jembatan Tenggarong di Kalimantan Timur, menjadi salah
satu pilihan.
Melintang di atas Sungai Mahakam di tepian Kota
Tenggarong, jembatan ini adalah yang ke dua setelah Jembatan Mahakam I
yang berada di tengah Kota Samarinda. Namun demikian, Jembatan Mahakam 2
mempunyai desain yang menarik dibanding "saudara tuanya" atau jembatan
lainnya di Nusantara. Jembatan ini tergolong suspension cable bridge
dan berdesain nyaris sama dengan Golden Gate di San Francisco, Amerika
Serikat.
Wajar
saja bila jembatan yang membentang sejauh sekitar 710 meter ini tak
hanya berfungsi sebagai sarana transportasi, tapi juga menjadi daya
tarik bagi wisatawan yang berkunjung ke Tenggarong. Menjelang senja,
lampu-lampu yang terpasang pada tiang dan kebel-kabelnya akan menyala
dan menyajikan sebuah panorama yang indah.